Kirim Artikel

Bagi yang punya Hobi Nulis, Atau mau mengirimkan informasi, artikel, gambar, Opini, cerita, Puisi, dll silahkan kirim aja di MG-Jember ! GRATIS...

Untuk Kirim Artikel, dll silahkan
KLIK DISINI

Senin, 06 Juni 2011

Tasawuf


    Secara khusus , sabr juga mengandung arti sikap konsisten untuk senantiasamenentukan pilihan maju (pro-gression choise )dan senantiasa menghindarkan diri dari pilihan-pilihan mundur (regression choise) perilaku atau sikap yang didasarkan pada metamotivasion atau B-val-ues,motivasi yang mengarahkan seseorang pada aktualisasi diri.

    Sikap sabr,tawakal,dan ridla juga mengandung arti perasaan nyaman,dan penuh kebahagiaan yang senantiasa segar dan berkrlanjutan, jauh dari rasa bosan dfan jenuh terhadap situasi yang di alami atau sesuatu yang di miliki. Memiliki daya tahan yang luar biasa terhadap pengaruh lingkungan dan budaya yang ada di sekelilingnya. Ia merupaka pribadi yang otonom dan mandiri, memiliki gagasan-gagasan yang bebas tanpa dipengaruhi kepentingan-kepentingan atau tendensi-tendensi dari luar dirinya. Karakter-karakter ini juga terdapat pada orang yang mektualisasikan diri, sebagaimana dalam teori Maslow.

    Sebagai konsekuensi logis dari karakter seorang sufi yang apa adanya, mandiri serta bebas dari kepentingan,pengaruh atau tekanan dari luar dirinya, akan menjadikannya seorang yang kreatif dan inovatif. Ia adalah sosok yang senantiasa menemukan sesuatu yang baru, bahkan cenderung pada hal-hal yang bersifat kontroversial atau berbeda dengan perilaku atau gagasan orang kebanyakan. Bahkan sosok yang hanya meniru atau mengulang-ulang gagasan yang telah ada sebelumnya. Meskipun perilaku dan gagasannya mungkin di tentang oleh orang kebanyakan. Karakter yang bebas, polos dan mandiri menjadikannya senantiasa tegar menghadapi tantangan yang dating dari luar. Karakter semacam ini secara jelas dapat ditemukan pada orang yang mengaktualisasikan diri. Seorang yang mengaktualisasikan diri tidak lagi dibatasi oleh aturan-aturan di luar dirinya,namun sepenuhnya di tentukan oleh dirinya sendiri. Dia hanya mengikuti aturan yang olehnya di anggap baik atau mengandung nilai kemanfaatan. Sebaliknya, ia akan secara tegas menolak aturan-aturan yang tidak mengandung kemanfaatan yang bersifat umum, utamanya aturan yang justru membatasi kreativitas individu.

    Konsep tasawuf tentang ahwal (kondisi kejiwaan) juga memiliki banyak kesamaan karakter dengan teori Abraham Maslow tentang metamotivasion atau B-values yang juga menjadi karakter dasar atau kondisi psikologis seseorang yang sedang mengalami pengalaman puncak (peak-experience).

    Seseorang yang ada dalam kondisi muraqabah merasakan dirinya menyatu dengan segala realitas yang ada,yakni alam semesta. Perasaan menyatu dengan realitas yang ada dalam satu kesatuan yang serasi, saling berhubungan, tertib, terstruktur, sebagaimana sifat menyeluruh (wholenees) yang dirasakan oleh seseorang yang ada dalam pengalaman puncak. Perasaan menyatu (intregated), baik dengan dirinya sendiri, lingkungan, maupun alam, terlihat dari kepribadiaannya yang damai, tanpa prasangka, tidak ada rasa dendam dan iri hati, dan tanpa pertentangan pribadi. Struktur watak yang demokratis,menyatu, menjadikan seorang individu lebih peka terhadap kondisi social, tidak membedakan ragam ras, agama, suku serta status social seseorang. Hal ini secara jelas terungkap dalam penjelasan pada bab III.

    Kesamaan lain juga ada dalam konsep mahabbah (cinta ), yang pada dasarnya adalah merupakan konsekuensi logis dari muraqabbah. Yakni cinta yang tidak didorong oleh hawa nafsu yang mengarah pada kemunduran, namun cinta yang didasarkan pada B-love. Cinta yang di dorong oleh perasaan saling memiliki,menghormati satu sama lain,yang diwujudkan dalam hubungan tugas dalam beban yang menjadi tanggung jawab bersama. Bukan cinta yang hanya dimotivasi oleh kenikkmatan seksualitas atau permainan.

    Cinta yang sehat adalah cina yang didasarkan pada tanggung jawab bersama untuk salaing menghormati, memiliki dan hasrat untuk saling menumbuhkan dan mengembangkan. Kecenderungan untuk melakukan hubungan interpersonal, saling memiliki dan memahami ini ada kesamaan dengan karakteristik aktualisasi diri dalam teori Maslow, yakni ketika seseorang yang di motivasi oleh b-values. Lebih dari itu, perasaan bahagia, senang, tentram, damai yang mengarah pada kualitas diri seorang adalah juga menjadi karakter orang yang sedang mengalami pengalaman puncak. Untuk lebih jelasnya dapat di baca uraian pada bab III.

    Karakter yang sama juga terdapat pada orang yang mencapai derajad uns (perasaan sukia cita, kegembiraan, kesenangan, kebahagiaan yang tak terhingga), tuma'ninah (rasa tentram, damai, tanpa keraguan, dan perasaan terpesona yang luar biasa, yang tampak pada apresiasi yang senantiasa segar terhadap realitas) dan musyahaddah (perasaan suka cita dan menyatu dengan alam). Hanya saja masing-masing memiliki derajat atu tingkatan yang berbeda satu sama lain. Lebih jelasnya lihat bab II.

    Karakter pribadi yang mantap dan penuh keyakinan, serta tetap optimis terhadap apa yang dimilik dan dilakukan, kreatif,disiplin, dan konsisten, yang menjadi bagian dari b-values, secara substansial juga menjadi karakter pribadi sufi yang mencapai derajat hal atau maqam tertentu seperti khauf, raja, tuma'ninah dan yaqin.

    Prinsip lain yang menjadi dasar kesamaan antara konsepsi ahwal dan maqamat dalam tasawuf dan psikologi humanistic Abraham Maslow, adalah penekanannya pada pengalaman spiritual yang bersifat pribadi. Sehingga, ke dalam spiritual seseorang hanya dapat diukur oleh pribadi yang mengalami. Meskipun ada karakter-karakter tertentu yang dapat diamati oleh orang lain, di luar pribadi yang mengalami, namun pengamatan tersebut juga masih tetap bersifat subyektif.

    Kesamaan lain ada pada konsep ahwal dan peak-experience. Di mana masing-masing sama-sama dating dan pergi secara tiba-tiba tanpa diharapkan. Berbeda dengan maqamat dan self-actualizacion yang bersifat tetap dan permanen. Meskipun masing-masing orang memiliki kualitas pengalaman yang berbeda,sesuai dengan pengalaman dan kualitas kesempurnaan dirinya.

    Ketika pengalaman tersebut (hal atau peak-experience) telah terlewati,maka seorang akan merasakan kepuasan dan keberuntungan yang luar biasa. Mereka akan mengucapkan syukur yang tak terhingga pada siapapun yang menjadi penyebab hadirnya pengalaman tersebut. Bagi orang yang beragama,rasa syukur itu akan di tumpahkan sepenuhnya pada Tuhan.

D. Perbedaan-perbedaan

    a. Potensi dasar manusia

    Perbedaan konsep tentang potensi dasar manusia antara Tasawuf dan Maslow ada pada pemahaman bahwa pada pandangan tasawuf, manusia memiliki potensi dasar mengabdi pada tuhan,atau kecenderungan untuk mengabdi kepada tuhan. Sehingga segala kecenderungan yang mengarah pada kebaikan dan kebenaran (sebagaimana yang disebut dalam konsepsi b-values) adalah wujud nyata dari ketaatan pada Tuhan. Sementara psikologi Maslow hanya menyebutkan sebagai potensi murni manusia. Sehingga orang yang tidak beragama pun dapat meraih aktualisasi diri, selama ia di motivasi oleh being values atau metamotivation.

    Kecenderungan-kecenderungan individu baik yang mengarah pada perkembangan maupun kemunduran, bagi Maslow adalah murni bersifat alamiah dan spontan,sementara tasawuf melihat sebagai wujud kasih saying Tuhan terhadap hambanya. Segala sesuatu yang bersifat alamiah atau hokum alam dalam pandangan sufi adalah wujud dari kehendak Tuhan untuk ber-tajalli dengan ciptaanya. Alam semesta dengan segala ketertiban dan segala keserasiannya adadlah merupakan wujud keadilan dan cinta tuhan pada hambanya.

    Dalam pandanga tasawuf, segala sesuatu yang terjadi pada umat manusia, baik berupa kebaikan ataupun keburuka,disamping karena kehendak bebas manusia,adalah juga tidak dapat melepaskan dari takdir atau kehendak Allah. Sehinggan sebagaimana yangtelah di jelaskan oleh bab II, bahwa pencapaian tingkatan spiritual (maqamat) dan kondisi spiritual (ahwal) adalah tidak dapat dilepaskan dari karunia Allah.

    Tentu saja,hal ini berbeda dengan konsep psikologi humanistic Maslow, yang menempatkan manusia sebagai penentu perkembangan dan pertumbuhan pribadinya. Pencapaian derajat spiritual,baik berupa aktualisasi diri ataupunpengalaman puncak adalah sepenuhnya berdasarkan pilihan bebas manusia. Meskipun, Maslow juga tidak mengesampingkan agama yang juga dapat dijadikan sebagai wahana aktualisasi diri, atau teori metamotivacion atau b-values yang di kemukakan Maslow adalah tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Ditulis Oleh : Anonym

Copyright © 2011 Media Grup

   
 

   

0 komentar: